Sobat Papuans, Ayo Sayangi Anak & Lawan Stunting
Source : Poster Stunting RSUP Dr Sardjito |
Stunting itu Apa?
Jadi begini, sebelum kitong bahas lebih jauh dalam bahasa sederhana stunting itu "Anak tra sehat". Kitong anggap saja begitu dulu karena pada umumnya di mana anak dia tra tumbuh kembang baik sesuai dengan de pu usia.
Sodara dorang, stunting adalah salah satu jenis malnutrisi yang ditandai dengan tinggi badan di bawah rata-rata. Dikutip dari laman resmi World Health Organization (WHO), malnutrisi mengacu pada kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan nutrisi seseorang. Istilah ini dibagi menjadi tiga kelompok besar, antara lain:
- Kekurangan gizi yang meliputi wasting (berat badan lebih rendah dibanding tinggi badan), stunting (tinggi badan rendah tidak sesuai umur), dan kurus (berat badan rendah di bawah standar).
- Malnutrisi terkait mikronutrien karena defisiensi (kekurangan vitamin dan mineral) atau kelebihan mikronutrien
- Kelebihan berat badan dan obesitas
Stunting ini masalah yang serius untuk kitong punya generasi ke depan. Stunting itu istilah medis atau istilah di rumah sakit untuk menyebut keadaan anak-anak yang terganggu tumbuh kembang karena kekurangan gizi, kurus, anak pendek tidak sesuai usia, pertumbuhan lambat dan lain sebagainya. Keadaan tidak sehat pada anak ini akan sangat memengaruhi perkembangan mental dan belajar anak. Prestasi belajar menurun dari teman-temannya. Anak sulit bersaing di sekolah.
Selain prestasi belajar di sekolah terganggu akibat stunting. Stunting juga memengaruhi kesahatan anak. Di mana kesehatan anak terganggu karena kurangnya asupan nutrisi dan daya tahan tubuh yang lemah. Sebanyak 45% kematian anak di bawah usia 5 tahun disebabkan karena stunting dan hal tersebut kerap terjadi di negara-negara berkembang.
Di Indonesia kasus stunting adalah masalah yang sangat serius dan hal itu memang beresiko memengaruhi generasi bangsa. Pada bulan Januari awal Tahun 2023, Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Namun demikian, kasus stunting belum sepenuhnya optimal.
Jika kita bandingkan dengan kasus stunting di Papua, itu sangat memprihatinkan. Di Papua kasus stunting justru meningkat. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan mencatat, prevalensi balita stunting di Provinsi Papua mencapai 34,6% pada 2022. Data ini menunjukan tertinggi ketiga di skala nasional.
Prevalensi balita stunting di Papua pada 2022 meningkat 5,1 poin persentase dari tahun sebelumnya. Pada 2021, prevalensi balita stunting di provinsi ini sebesar 29,5%.
Papua memiliki 16 kabupaten/kota dengan prevalensi balita stunting di atas rata-rata angka provinsi, sedangkan 13 kabupaten/kota lainnya di bawah rata-rata.Kabupaten Asmat merupakan wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Papua pada 2022, yakni mencapai 54,5%. Angka tersebut melonjak 16,4 poin persentase dari tahun sebelumnya yang sebesar 38,1%.
Di urutan berikutnya ada Kabupaten Yahukimo dengan prevalensi balita stunting 53,3%, diikuti Kabupaten Nduga di peringkat ketiga sebesar 50,2%.
Data Kasus Stunting di Papua
Data Stunting di Papua menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) per Kabupaten di Provinsi Papua tahun 2022.
- Kabupaten Asmat: 54,5%
- Kabupaten Yahukimo: 53,3%
- Kabupaten Nduga: 50,2%
- Kabupaten Tolikara: 50,1%
- Kabupaten Pegunungan Bintang : 48,9%
- Kabupaten Jayawijaya: 46,7%
- Kabupaten Paniai: 45,2%
- Kabupaten Puncak Jaya: 42,5%
- Kabupaten Puncak Jaya: 42%
- Kabupaten Membrano Tengah: 41,1%
- Kabupaten Supiori: 40,2%
- Kabupaten Yalimo: 38,2%
- Kabupaten Boven Digoel: 37,2%
- Kabupaten Intan Jaya: 35,4%
- Kabupaten Dogiyai: 35,1%
- Kabupaten Lanny Jaya: 34,8%
- Kabupaten Mimika: 33%
- Kabupaten Kepulauan Yapen: 31,1%
- Kabupaten Mappi: 29,6%
- Kabupaten Membrano Raya: 29%
- Kabupaten Biak Numfor : 27,3%
- Kabupaten Keerom: 25,9%
- Kabupaten Sarmi: 25,6%
- Kabupaten Merauke: 23,7%
- Kabupaten Waropen: 22,2%
- Kota Jayapura: 20,6%
- Kabupaten Jayapura: 20,2%
- Kabupaten Nabire: 17,1%
- Kabupaten Deiyai: 13,4%
Penyebab Stunting
Faktor penyebab stunting itu banyak hal. Lingkungan, Makanan atau pemenuhan nutrisi dan lain sebagainya. Hal itu bukan saja ketika bayi dilahirkan tetapi sejak bayi dalam kandungan sudah harus diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Baik itu tanggungjawab ayahnya dan juga ibunya dalam mengasuh dan memilih asupan nutrisi yang seimbang. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut stunting dapat dipicu oleh faktor genetik dan lingkungan karena status gizi ibu yang buruk dan kebersihan tempat tinggal yang tidak terawat penyebab penyakit. Selain kedua faktor tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menambahkan kondisi jangka panjang yang berhubungan dengan stunting, di antaranya:
- Kekurangan gizi kronis
- Gangguan pertumbuhan janin
- Kebutuhan protein tidak tercukupi sesuai proporsi total kalori
- Adanya perubahan hormon akibat stres
- Awal kehidupannya, anak sering mengalami infeksi
Gejelah Stunting
Pada umumnya gejalah anak stunting adalah keadaan tidak sehat pada anak seperti anak seusia lainnya. Berikut adalah beberapa gejalah stunting pada anak yang dapat diperhatikan.
- Tinggi badan anak tergolong pendek dibandingkan rata rata tinggi badan anak seusianya.
- Meskipun proporsi tubuh tampak normal, penampilan anak terlihat lebih muda daripada usia sebenarnya.
- Pertumbuhan gigi tergolong lambat.
- Persebaran lemak pada tubuh tidak merata sehingga ada bagian tubuh yang tampak lebih berlemak.
- Saat memasuki usia sekolah anak akan kesulitan berkonsentrasi ketika belajar atau melakukan aktivitas lainnya
- Anak stunting memiliki keterbatasan daya ingat.
- Masa pubertas juga berlangsung terlambat.
Cara Mencegah Stunting
Untuk mencegah stunting harus komprehensif. Lingkungan yang bersih, pengolahan makanan dan asupan nutrisi yang sehat, pemeriksaan kesehatan yang rutin, hubungan keluarga yang harmonis dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah pemenuhan kebutuhan dasarnya harus dioptimalkan, seperti nutrisi, kasih sayang, dan stimulasi. Terlebih, protein hewani berperan penting dalam pemenuhan gizi anak.
Selain protein hewani, orang tua juga dapat memberikan asupan nutrisi dari pangan lokal. Dari kitong punya kebun sendiri. Tanah Papua adalah yang dengan segalah macam sumber makanan. Kita bisa olah sendiri menjadi makanan yang bernutrisi. Kita bisa mempelajari bagimana mengelolah keladi, singkong, buah-buahan di kebun, kacang-kacang sebagai sumber protei nabati di berbagai platform media seperti di YouTube.
Bukan hanya pengelohan makanan tapi pola hidup kita juga harus sehat. Diantaranya kitong harus :
- Agar buah hati sehat. Suami harus menjaga istrinya saat hamil. Terutama asupan nutrisi, suasana hati dan fikiran serta rajin mengontrol ke dokter kandungan
- Suami menghindari merokok dekat anak atau ibu hami, menghindari minuman alkohol dan minuman soda.
- Mencukupi kebutuhan gizi ibu hamil sejak kandungan masih beberapa Minggu.
- Rajin memeriksa kandungan ke dokter.
- Ibu hamil rajin menjaga kondisi psikis.
- Kondisi lingkungan harus bersih.
- Rajin kontrol kesehatan.
- Sigap memberikan makanan pendamping ASI bila anak telah lahir dan sesuai ketentuan,
- Mengatasi segala penyakit secara intensif.
Untuk anak yang sehat demi bangsa yang cerdas. Keluarga terutama suami istri harus bekerja sama. Anak bukan saja tanggungjawab Ibunya dan bukan juga tanggungjawab Ayahnya. Anak adalah titipan Tuhan yang menjadi tanggungjawab bersama.